Contoh Bagus Drama Persahabatan 5 Orang - Apakah drama itu? Pastilah sobat yang sering mengikuti pelajaran bahasa Indonesia di sekolah memahami istilah drama ini. Yup, betul Sob, drama merupakan salah satu jenis karya sastra yang menggambarkan kisah kehidupan manusia yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para aktor. Drama juga menggambarkan realita kehidupan serta watak tingkah laku manusia melalui dialog yang dibawakan oleh para aktornya.
Disini Admin coba menyajikan contoh drama bertema persahabatan yang bisa dibawakan oleh 5 orang. Mudah-mudahan contoh drama persahabatan dibawah ini sedikit banyaknya bisa memberikan teladan bagi kita semua bahwa persahabatan yang sejati itu seharusnya tidak melihat kondisi dan status ekonomi seseorang. Silahkan disimak ya Sob...
Para Aktor Pemeran:
Narator: Yusuf dan Bilal merupakan sahabat baik. Mereka telah bersahabat sejak kecil, tapi suatu hari ketika keluarga Bilal jatuh miskin, Yusuf pun tak ingin lagi bersahabat dengan Bilal.
Disini Admin coba menyajikan contoh drama bertema persahabatan yang bisa dibawakan oleh 5 orang. Mudah-mudahan contoh drama persahabatan dibawah ini sedikit banyaknya bisa memberikan teladan bagi kita semua bahwa persahabatan yang sejati itu seharusnya tidak melihat kondisi dan status ekonomi seseorang. Silahkan disimak ya Sob...
- Yusuf
- Bilal
- Rio
- Teguh
- Danang
Suatu siang ketika Bilal, Yusuf, Rio, Danang dan Teguh sedang berada di kelas untuk bersih-bersih sebelum pulang sekolah, Bilal dengan berat hati bercakap dengan Yusuf untuk membantunya. Karena menurutnya Yusuf lah yang bisa menolongnya dan Yusuf merupakan sahabatnya, tapi yang terjadi kemudian malahan Yusuf balik menghina Bilal.
Bilal: "Yusuf, bisakah kau menolongku sedikit saja?"
Yusuf: "Apa? Menolongmu? Kau pikir kau itu siapa, mengapa aku harus menolongmu?"
Bilal: "Kenapa denganmu Suf? Bukankah kita sahabat? Apakah kau sudah lupa dengan itu?"
Yusuf: "Sahabat? Maaf ya aku tidak punya sahabat seperti mu yang miskin. Aku hanya mau bersahabat dengan orang yang kaya."
Rio: "Kenapa dengan kalian berdua? Sepertinya sedang memiliki masalah..."
Bilal: "Tidak ada apa-apa kok. Kita berdua baik-baik saja. Ya kan Suf..?"
Yusuf: "Baik-baik saja? Gini ya Yo, tadi si miskin ini meminta bantuan ke aku. Tapi sayangnya aku tak ingin membantu orang seperti dia. Mana dia ngaku-ngaku sahabat aku lagi? Ogah ahhh.."
Rio: "Jangan begitu Suf. Bukannya kau dan Bilal memang bersahabat dari kecil? Masa karena sekarang Bilal dan keluarganya jatuh miskin, kau tidak mau lagi bersahabat dengannya. Bukannya saat-saat seperti ini kau bisa tunjukkan ke dia, kalau kau memang sahabatnya. Bukan malah meninggalkannya."
Teguh: "Betul itu kata Rio. Seharusnya kau sekarang mensuport dia, bukan malah menghina dia seperti itu. Kasian si Bilal.."
Danang: "Betul itu. Sahabat seperti apa sih kau ini?"
Yusuf: "Kalian pikir siapa kalian berani-berani menasehatiku? Sok baik! Terserah aku dong mau berbuat apa. Urus saja diri kalian masing-masing."
Teguh: "Bukan maksud kita menasehati kamu atau sok baik. Tapi kita tidak mau persahabatan kamu dan Bilal berakhir seperti ini."
Yusuf: "Halah itu bukan urusanku dan juga kalian." (Yusuf pun langsung pulang)
Danang: "Setan apa yang merasuki anak itu? Bisa-bisanya dia berbuat begitu kepada Bilal. Bukankah selama ini dia yang selalu saja membela-bela Bilal ketika ada masalah?"
Rio: "Ya itu hanya dia yang tahu. Tapi satu hal yang akhirnya kita tahu, Yusuf hanya mau berteman dengan orang yang Kaya"
Teguh: "Pantas saja..."
Danang: "Pantas apanya?"
Teguh: "Sudahlah jangan dibahas lagi, mending kita pulang saja."
Rio: "Betul itu."
Narator: Keesokan harinya mereka kembali masuk ke sekolah seperti biasa, tetapi tidak dengan Bilal. Hal ini pun terjadi selama 2 minggu berturut-turut. Pada akhirnya ketika mereka berempat sedang dalam perjalanan ke sekolah, dengan tidak sengaja mereka bertemu dengan Bilal dipinggir jalan yang sedang mencari barang bekas.
Rio: "Hey bukannya itu Bilal?"
Teguh: "Ia benar itu Bilal. Sedang ngapain dia? Bukannya masuk sekolah malah keluyuran seperti itu."
Rio: "Ia benar." (Rio pun langsung menarik Yusuf yang jalan di belakangnya dan sedang asyik dengan Iphone-nya) "Liat itu? Apa yang sahabatmu lakukan?"
Yusuf: "Haha… Pasti sedang mengais-ngais sampah. Namanya juga orang miskin."
Danang: "Apaan sih. Ayo kita samperin saja dia."
Rio: "Bilal, apa yang sedang kau lakukan? Kenapa kau tidak masuk 2 minggu ini?"
Bilal: (dengan kaget) "A..aku? Ya seperti yang kalian liat."
Yusuf: "Aku bilang juga apa. Pasti dia sedang mengais-ngais sampah. Seperti tidak tahu saja kalian kerjaan orang miskin."
Teguh: "Sudahlah Suf, begitu-begitu Bilal itu sahabatmu."
Rio: "Apa-apaan sih. Kenapa kau tidak masuk sekolah lagi Bilal?"
Bilal: "Begini..., orang tuaku tidak punya uang untuk membiayai aku dan adikku untuk sekolah. Sedangkan adikku masih mau sekolah, jadi aku mengalah saja untuk adikku. Biar adikku yang sekolah dan aku membantu orang tuaku untuk menyambung hidup."
Danang: "Mulia betul hatimu sobat."
Yusuf: "Haha... Mulia apanya? Dia cuma mau cari muka tahu? kalian ini gampang sekali dibodohi sama dia."
Bilal: "Tega sekali kau berkata begitu pada ku. Aku memang sekarang sudah miskin, tapi aku masih punya perasaan. Kalau kamu tidak mau bersahabat lagi denganku ya sudah itu tidak jadi masalah buat ku, tapi jangan kau hina aku dengan kata-katamu itu. Satu lagi, aku tidak pernah menyesal pernah berkenalan denganmu. Tapi itu merupakan pembelajaran bagiku. Terima kasih Yusuf." (Bilal pun lari secepat mungkin meninggalkan mereka berempat dengan perasaan yang bercampur aduk)
Rio: "Sudah puas kau menyakiti dia? Ingat Suf, suatu hari nanti kau juga akan merasa apa yang Bilal rasakan sekarang."
Danang dan Teguh: "Betul itu."
Yusuf: "Haha... Itu tidak mungkin. Keluargaku tidak mungkin jatuh miskin seperti dia. Toh keluargaku memiliki banyak usaha yang menghasilkan banyak uang. Dan tidak akan habis untuk 5 generasi. Haha..." (sambil tertawa Yusuf pun jalan meninggalkan mereka bertiga)
Danang: "Sombong sekali itu anak. Semoga hidupnya baik-baik saja."
Rio: "Ya semoga saja. Memang terkadang kita harus menyadari bahwa ada orang tertentu yang bisa tinggal dihati kita, namun tidak dalam kehidupan kita?"
Teguh: "Ya betul itu. Dan semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi dengan Bilal."
Bilal: "Yusuf, bisakah kau menolongku sedikit saja?"
Yusuf: "Apa? Menolongmu? Kau pikir kau itu siapa, mengapa aku harus menolongmu?"
Bilal: "Kenapa denganmu Suf? Bukankah kita sahabat? Apakah kau sudah lupa dengan itu?"
Yusuf: "Sahabat? Maaf ya aku tidak punya sahabat seperti mu yang miskin. Aku hanya mau bersahabat dengan orang yang kaya."
Rio: "Kenapa dengan kalian berdua? Sepertinya sedang memiliki masalah..."
Bilal: "Tidak ada apa-apa kok. Kita berdua baik-baik saja. Ya kan Suf..?"
Yusuf: "Baik-baik saja? Gini ya Yo, tadi si miskin ini meminta bantuan ke aku. Tapi sayangnya aku tak ingin membantu orang seperti dia. Mana dia ngaku-ngaku sahabat aku lagi? Ogah ahhh.."
...(Bilal pun pergi karena mendengar perkataan Yusuf menyakiti hatinya)...
Teguh: "Betul itu kata Rio. Seharusnya kau sekarang mensuport dia, bukan malah menghina dia seperti itu. Kasian si Bilal.."
Danang: "Betul itu. Sahabat seperti apa sih kau ini?"
Yusuf: "Kalian pikir siapa kalian berani-berani menasehatiku? Sok baik! Terserah aku dong mau berbuat apa. Urus saja diri kalian masing-masing."
Teguh: "Bukan maksud kita menasehati kamu atau sok baik. Tapi kita tidak mau persahabatan kamu dan Bilal berakhir seperti ini."
Yusuf: "Halah itu bukan urusanku dan juga kalian." (Yusuf pun langsung pulang)
Danang: "Setan apa yang merasuki anak itu? Bisa-bisanya dia berbuat begitu kepada Bilal. Bukankah selama ini dia yang selalu saja membela-bela Bilal ketika ada masalah?"
Rio: "Ya itu hanya dia yang tahu. Tapi satu hal yang akhirnya kita tahu, Yusuf hanya mau berteman dengan orang yang Kaya"
Teguh: "Pantas saja..."
Danang: "Pantas apanya?"
Teguh: "Sudahlah jangan dibahas lagi, mending kita pulang saja."
Rio: "Betul itu."
Narator: Keesokan harinya mereka kembali masuk ke sekolah seperti biasa, tetapi tidak dengan Bilal. Hal ini pun terjadi selama 2 minggu berturut-turut. Pada akhirnya ketika mereka berempat sedang dalam perjalanan ke sekolah, dengan tidak sengaja mereka bertemu dengan Bilal dipinggir jalan yang sedang mencari barang bekas.
Rio: "Hey bukannya itu Bilal?"
Teguh: "Ia benar itu Bilal. Sedang ngapain dia? Bukannya masuk sekolah malah keluyuran seperti itu."
Rio: "Ia benar." (Rio pun langsung menarik Yusuf yang jalan di belakangnya dan sedang asyik dengan Iphone-nya) "Liat itu? Apa yang sahabatmu lakukan?"
Yusuf: "Haha… Pasti sedang mengais-ngais sampah. Namanya juga orang miskin."
Danang: "Apaan sih. Ayo kita samperin saja dia."
Rio: "Bilal, apa yang sedang kau lakukan? Kenapa kau tidak masuk 2 minggu ini?"
Bilal: (dengan kaget) "A..aku? Ya seperti yang kalian liat."
Yusuf: "Aku bilang juga apa. Pasti dia sedang mengais-ngais sampah. Seperti tidak tahu saja kalian kerjaan orang miskin."
Teguh: "Sudahlah Suf, begitu-begitu Bilal itu sahabatmu."
Rio: "Apa-apaan sih. Kenapa kau tidak masuk sekolah lagi Bilal?"
Bilal: "Begini..., orang tuaku tidak punya uang untuk membiayai aku dan adikku untuk sekolah. Sedangkan adikku masih mau sekolah, jadi aku mengalah saja untuk adikku. Biar adikku yang sekolah dan aku membantu orang tuaku untuk menyambung hidup."
Danang: "Mulia betul hatimu sobat."
Yusuf: "Haha... Mulia apanya? Dia cuma mau cari muka tahu? kalian ini gampang sekali dibodohi sama dia."
Bilal: "Tega sekali kau berkata begitu pada ku. Aku memang sekarang sudah miskin, tapi aku masih punya perasaan. Kalau kamu tidak mau bersahabat lagi denganku ya sudah itu tidak jadi masalah buat ku, tapi jangan kau hina aku dengan kata-katamu itu. Satu lagi, aku tidak pernah menyesal pernah berkenalan denganmu. Tapi itu merupakan pembelajaran bagiku. Terima kasih Yusuf." (Bilal pun lari secepat mungkin meninggalkan mereka berempat dengan perasaan yang bercampur aduk)
Rio: "Sudah puas kau menyakiti dia? Ingat Suf, suatu hari nanti kau juga akan merasa apa yang Bilal rasakan sekarang."
Danang dan Teguh: "Betul itu."
Yusuf: "Haha... Itu tidak mungkin. Keluargaku tidak mungkin jatuh miskin seperti dia. Toh keluargaku memiliki banyak usaha yang menghasilkan banyak uang. Dan tidak akan habis untuk 5 generasi. Haha..." (sambil tertawa Yusuf pun jalan meninggalkan mereka bertiga)
Danang: "Sombong sekali itu anak. Semoga hidupnya baik-baik saja."
Rio: "Ya semoga saja. Memang terkadang kita harus menyadari bahwa ada orang tertentu yang bisa tinggal dihati kita, namun tidak dalam kehidupan kita?"
Teguh: "Ya betul itu. Dan semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi dengan Bilal."
……….(mereka bertiga akhirnya melanjutkan perjalan ke sekolah)……….
Narator: Hari itu merupakan hari terakhir mereka bertemu Bilal. Dan ketika semuanya telah terjadi, Yusuf pun merasakan apa yang dulu Bilal rasakan. Keluarganya bangkrut karena ditipu oleh orang lain. Tapi sayangnya Yusuf tidak terima dengan hidupnya yang miskin, dan ia beranggapan bahwa semua ini salah Bilal.
Narator: Hari itu merupakan hari terakhir mereka bertemu Bilal. Dan ketika semuanya telah terjadi, Yusuf pun merasakan apa yang dulu Bilal rasakan. Keluarganya bangkrut karena ditipu oleh orang lain. Tapi sayangnya Yusuf tidak terima dengan hidupnya yang miskin, dan ia beranggapan bahwa semua ini salah Bilal.
_ TAMAT _