Siapakah Helvy Tiana Rosa? - Helvy Tiana Rosa atau yang lebih dikenal dengan nama pena HTR merupakan sastrawan yang lahir di Medan pada tanggal 2 April 1970. Menelusuri dunia akademisnya, berdasarkan sumber dari sastrahelvy.com ia menyelesaikan S1 dan S2-nya di Fakultas Sastra/ Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Selain dikenal sebagai sastrawan, ia juga merupakan Dosen Fakultas Bahasa dan Seni, UNJ.
SAJAK FEBRUARI
1
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap desah
dan cuaca
tak sampai-sampai getarnya padamu
2
setiap hari embun meneteskan kesetiaannya pada pagi
seperti aku yang tak pernah berhenti menari
dalam mimpi tentangmu
dan jatuh
3
maka kutanyakan pada mungkin
ia memandangku dengan mata kaca
mengecup luka dan berkata
pergi dan pakailah kerudung airmatamu
sebab tak ada tempat untuk cinta di sini
4
Engkaukah itu yang berkata?
Semua pejalan di bumi, semua pencinta
pasti akan menderita
tapi bagaimana agar tiap gerak berarti
hingga malaikat pun sudi mengecup
semua luka kita yang mawar
engkaukah itu yang berkata, cinta?
sementara diam-diam kita berikan
keping luka dan risau kita
pada angin yang tak desau
5
Di dalam bis yang membawa banyak orang,
Kau cari aku hari itu.
Tapi kau tak tahu
aku telah mencarimu sejak pertemuan pertama kita
Mengapa kau sisakan peta buram yang sama
hingga aku tak pernah bisa menatap punggungmu
Di antara dinding dingin di sekitar kita
kau cari aku hari itu
tapi kau tak tahu
aku telah mencarimu bermusim-musim
dan selalu hanya pilu
yang memeluk dan membujukku
Pulanglah, kau sudah begitu lelah
6
Begitulah
kata telah lama berhenti
pada napas dan airmata
Di manakah kau, di manakah aku?
Labirin ini begitu sunyi
dan cinta terus sembunyi
7
Seperti gelombang yang setia pada lautan
aku telah lama kau campakkan
ke pantai paling rindu itu
tapi sebagai ombak aku memang harus kembali
meski dengan luka yang paling badai
8
Begitulah perempuanmu
memintal lalu menguraikan kembali
kenangan di sepanjang jalan kaca yang retak itu
Kau mungkin lupa pernah
menitipkan kilat asa di mataku
yang menjelma beliung
namun tak perlu bulan, lilin atau kunang-kunang
selalu kutemukan jejak juga napasmu
di jalan raya kehidupanku
Membayangkan wajahmu aku pun bermimpi
tentang matahari lain yang menyala suatu masa
Mungkin kita bisa saling memandang lama
melepas beliung abai yang menyiksa selama ini
9
:Aku telah berjuang untuk melupakanmu
Seperti baru kemarin kau datang dan kita bicara
sambil menatap ubin, dinding dan pohon jambu itu
Kau bilang tak mungkin, sebab
ada yang lebih penting kau selesaikan
Seperti angin yang tak sadar disapa waktu
aku berpura tak mendengar
Dia akan datang, kataku.
Tapi katamu, kau akan datang setelah urusan selesai.
Bagaimana kalau dia yang tiba lebih dahulu?
Siapakah yang harus kuabaikan?
Siapa yang perlu kulupakan?
Kita terdiam mengamini ubin, dinding dan pohon jambu
suara sapu ibu kos di ruang tamu, kendaraan lalu lalang
beberapa mahasiswa dengan jaket kuning melintas
mungkin sebentar lagi gerimis
Dalam sepi itu tiba-tiba kita pun teringat
perkataan seorang sahabat
Katanya kita punya sesuatu, semacam hubungan indah,
yang tak bisa dirumuskan
Ketika kau pulang senja itu
aku tahu mungkin kita tak akan berjumpa lagi
untuk waktu yang lebih dari lama
Menyakitkan, tapi bukankah
tak semua kebersamaan
harus jadi monumen
kadang lebih baik dibuang
biar usang dalam tong sampah
10
Dan akhir adalah permulaan
kau aku tak pernah menapaki mula
juga mungkin tak pernah sampai
pada selesai
seperti puisi yang kutanam
di kuntum hatimu
11
Hai
katamu aku tetap perempuan itu
tak henti menyelami lautan huruf
demi yang Maha Cinta
dan kau sangat tahu
atas nama cinta pula
telah kuputuskan berhenti
menuliskan kenangan tersisa
titik tanpa koma
pada Februari ke lima
Depok, 1995
CINTAMU PADAKU
Cintamu padaku
adalah kerinduan waktu
memeluk bisu di batu-batu
saat gerimis jatuh
THAWAF
Labbaik Allahumma labbaik
Ada yang berjejalan di dalam
Dada. Cahaya. Embun
Terik. Maha. Kau
MATA KETIGA CINTA
Apakah dua mataku
Kau masih berteriak-teriak gelegar ke setiap penjuru,
menciutkan nyali banyak negeri. “Usamah, Abdullah, Umar,
Muhammad, Ibrahim” itu nama-nama para teroris,
katamu dan kau menyebut penuh prasangka nama-nama
para ulama dalam daftar yang sungguh panjang
Pada saat yang sama, kau sang pemimpin polisi dunia,
menikmati pertunjukan di Palestina sambil memaki para
pejuang kemerdekaan Palestina sebagai teroris serta
bersalaman dengan Sharon sang penjagal
Padahal Palestina berjuang untuk merdeka dari kebiadaban
Zionis Israel.
TAMAT
Jendela waktu
noktah kecil
debu Januari
dan kopi yang berhenti
mengepulkan
sebuah wajah
: Bagaimana rasanya rindu yang selesai?
KANGEN
Telah kutuliskan puisi-puisi itu
sejak usiamu 26 tahun
ketika pertama kali kita bertukar senyum
pada jarak pandang yang begitu dekat
Kau ingat,
saat kubisikkan mungkin aku tak perlu matahari,
bulan atau bintang lagi
cukup kau, cahaya yang Dia kirimkan untukku
Ah, apa kau masih menyimpan puisi-puisi itu?
Belasan tahun kemudian
aku masih menikmati
mengirimimu puisi
hingga hari ini
aku pun menjelma hujan yang enggan berhenti di berandamu
bersama angin yang selalu kasmaran
Kau tahu, aku masih saja menatapmu
dengan mataku yang dulu
lelaki sederhana berhati samudera
yang selalu membawaku berlabuh padaNya
Pada berkali masa, kau pernah berkata,
"Aku tahu, Aku hanya ingin menikahi jiwamu selalu"
BEGITU INDAH CARA ALLAH MENCINTAIMU
(Untuk Mas Pepeng)
Sungguh indah cara Allah mencintaimu
Ia menghadirkanmu ke dunia
lewat rahim seorang ibu yang bersahaja,
dan kekal dengan tawakkal
Ibu yang menjadikan anak sebagai sahabat,
guru dan matahari
ibu yang sanggup hadirkan
sosok dan petuah ayah yang tiada lewat cerita
PUISI UNTUK SEORANG IBU YANG MENDOBRAK PULAZI
Untuk Yoyoh Yusroh
Seperti mendengar lagi namamu
dibawa angin ke berbagai benua
berdenyar di nadi-nadi waktu
Matahari yang leleh memahat langkahmu
yang tak pernah lelah
sebagai jejak cahaya
pada musim-musim airmata dan darah
Adakah ibu yang hidupnya tanpa istirah selama itu?
Mendobrak pulazipulazi yang tumbuh dari kelaliman
melipatnya dalam sapu tangan bunga
yang kau pakai
untuk mengusap keringat kanak-kanak Palestina
Hidup bagimu adalah mengabdi Ilahi
dan perjuangan membahagiakan sesama
dari rumah tangga hingga ke tingkat dunia
Tak seperti yang lain, politik adalah jalan
yang kau luruskan sepenuh cinta
Kau terus menebar maslahat, Ibu
tanpa menghitung, tanpa hirau posisi di dunia
namun kau, sering tak bisa pejamkan mata
sebab resah memikirkan tempatmu kelak di akhirat
padahal engkau adalah orang yang selalu
bersandar pada Alquran
Oh ibu Indonesia, ibu Palestina, Ibu segala benua
Kau embun yang menetes di lara dunia
dalam ada dan tiada
menjelma binar kekal
di pucuk-pucuk semesta cinta
(14 Agustus 2011)
HTR telah menulis lebih dari 50 buku, antara lain Juragan Haji (2014), Tanah Perempuan (2009), Segenggam Gumam (2003) dan Mata Ketiga Cinta (2012). Beberapa karyanya telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Arab, Jepang, Swedia dan Persia. Ia juga sering diundang berbicara serta membacakan karya-karyanya didalam dan luar negeri, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Hong Kong, Jepang, Turki, Mesir, hingga Amerika Serikat.
Tahun 1990 Helvy mendirikan Teater Bening, terlibat sebagai sutradara dan penulis naskah dalam berbagai pementasannya. Pernah menjadi redaktur dan Pemimpin Redaksi Majalah Annida, Helvy kemudian banyak terlibat dalam membidani kelahiran para penulis dari berbagai kalangan, di berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara, melalui Forum Lingkar Pena (FLP) yang ia dirikan, 1997. Koran Tempo menjulukinya sebagai Lokomotif Penulis Muda dan The Straits Times menjulukinya pionir bagi sastra Islam Indonesia kontemporer (2003).
Helvy pernah mendapat 30 penghargaan tingkat nasional di bidang penulisan dan pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai Tokoh Sastra dari Balai Pustaka dan Majalah Sastra Horison (2013), Tokoh Perbukuan IBF Award dari IKAPI (2006), Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006), Ummi Award (2004), Nova Award (2004), Kartini Award sebagai salah satu The Most Inspiring Women in Indonesia (2009), SheCAN! Award, dan Danamon Award untuk FLP yang ia dirikan (2008).
Tahun 1990 Helvy mendirikan Teater Bening, terlibat sebagai sutradara dan penulis naskah dalam berbagai pementasannya. Pernah menjadi redaktur dan Pemimpin Redaksi Majalah Annida, Helvy kemudian banyak terlibat dalam membidani kelahiran para penulis dari berbagai kalangan, di berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara, melalui Forum Lingkar Pena (FLP) yang ia dirikan, 1997. Koran Tempo menjulukinya sebagai Lokomotif Penulis Muda dan The Straits Times menjulukinya pionir bagi sastra Islam Indonesia kontemporer (2003).
Helvy pernah mendapat 30 penghargaan tingkat nasional di bidang penulisan dan pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai Tokoh Sastra dari Balai Pustaka dan Majalah Sastra Horison (2013), Tokoh Perbukuan IBF Award dari IKAPI (2006), Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006), Ummi Award (2004), Nova Award (2004), Kartini Award sebagai salah satu The Most Inspiring Women in Indonesia (2009), SheCAN! Award, dan Danamon Award untuk FLP yang ia dirikan (2008).
Puisinya “Fi Sabilillah” menjadi Juara Lomba Cipta Puisi Iqra Tingkat Nasional 1992 dengan juri HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar. Cerpennya “Jaring-Jaring Merah” menjadi salah satu cerpen terbaik Majalah Sastra Horison dalam satu dekade (1990-2000). Bukavu masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award 2008 dan ia menjadi Penulis Puisi Terfavorit serta karyanya Mata Ketiga Cinta terpilih sebagai Buku Puisi Terfavorit Anugerah Pembaca Indonesia dari Goodreas Indonesia, 2012.
Anggota Dewan Kesenian Jakarta (2003-2006) ini sekarang adalah Anggota Majelis Sastra Asia Tenggara dan Wakil Ketua Liga Sastra Islam Dunia untuk Wilayah Indonesia. Tahun 2011 ia terpilih sebagai Anggota Komisi Pengembangan Seni Budaya Islam, Majelis Ulama Indonesia. Nama Helvy kemudian masuk dalam buku kontroversial 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia yang ditulis Jamal D. Rahman dkk (Gramedia, 2014). Selama enam tahun berturut-turut (2009, 2010, 2011, 2012, 2013/2014, 2014/2015) ia juga terpilih sebagai satu dari 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia hasil riset Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan bersama beberapa universitas terkemuka di dunia.
Anggota Dewan Kesenian Jakarta (2003-2006) ini sekarang adalah Anggota Majelis Sastra Asia Tenggara dan Wakil Ketua Liga Sastra Islam Dunia untuk Wilayah Indonesia. Tahun 2011 ia terpilih sebagai Anggota Komisi Pengembangan Seni Budaya Islam, Majelis Ulama Indonesia. Nama Helvy kemudian masuk dalam buku kontroversial 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia yang ditulis Jamal D. Rahman dkk (Gramedia, 2014). Selama enam tahun berturut-turut (2009, 2010, 2011, 2012, 2013/2014, 2014/2015) ia juga terpilih sebagai satu dari 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia hasil riset Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan bersama beberapa universitas terkemuka di dunia.
Contoh Puisi Helvy Tiana Rosa
Gimana sobat sastra, sangat menarik dan inspiratif sekali ya rekam jejak pengalaman hidupnya? Memang tokoh sastra muslim yang satu ini patut dijadikan teladan buat sastrawan-sastrawan muda yang membutuhkan figur yang mumpuni dalam rekam jejak kesusastraan di Indonesia. Berikut disajikan pula 10 Contoh Puisi Pilihan dari Helvy Tiana Rosa yang bisa sobat simak.
SAJAK FEBRUARI
1
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap desah
dan cuaca
tak sampai-sampai getarnya padamu
2
setiap hari embun meneteskan kesetiaannya pada pagi
seperti aku yang tak pernah berhenti menari
dalam mimpi tentangmu
dan jatuh
3
maka kutanyakan pada mungkin
ia memandangku dengan mata kaca
mengecup luka dan berkata
pergi dan pakailah kerudung airmatamu
sebab tak ada tempat untuk cinta di sini
4
Engkaukah itu yang berkata?
Semua pejalan di bumi, semua pencinta
pasti akan menderita
tapi bagaimana agar tiap gerak berarti
hingga malaikat pun sudi mengecup
semua luka kita yang mawar
engkaukah itu yang berkata, cinta?
sementara diam-diam kita berikan
keping luka dan risau kita
pada angin yang tak desau
5
Di dalam bis yang membawa banyak orang,
Kau cari aku hari itu.
Tapi kau tak tahu
aku telah mencarimu sejak pertemuan pertama kita
Mengapa kau sisakan peta buram yang sama
hingga aku tak pernah bisa menatap punggungmu
Di antara dinding dingin di sekitar kita
kau cari aku hari itu
tapi kau tak tahu
aku telah mencarimu bermusim-musim
dan selalu hanya pilu
yang memeluk dan membujukku
Pulanglah, kau sudah begitu lelah
6
Begitulah
kata telah lama berhenti
pada napas dan airmata
Di manakah kau, di manakah aku?
Labirin ini begitu sunyi
dan cinta terus sembunyi
7
Seperti gelombang yang setia pada lautan
aku telah lama kau campakkan
ke pantai paling rindu itu
tapi sebagai ombak aku memang harus kembali
meski dengan luka yang paling badai
8
Begitulah perempuanmu
memintal lalu menguraikan kembali
kenangan di sepanjang jalan kaca yang retak itu
Kau mungkin lupa pernah
menitipkan kilat asa di mataku
yang menjelma beliung
namun tak perlu bulan, lilin atau kunang-kunang
selalu kutemukan jejak juga napasmu
di jalan raya kehidupanku
Membayangkan wajahmu aku pun bermimpi
tentang matahari lain yang menyala suatu masa
Mungkin kita bisa saling memandang lama
melepas beliung abai yang menyiksa selama ini
9
:Aku telah berjuang untuk melupakanmu
Seperti baru kemarin kau datang dan kita bicara
sambil menatap ubin, dinding dan pohon jambu itu
Kau bilang tak mungkin, sebab
ada yang lebih penting kau selesaikan
Seperti angin yang tak sadar disapa waktu
aku berpura tak mendengar
Dia akan datang, kataku.
Tapi katamu, kau akan datang setelah urusan selesai.
Bagaimana kalau dia yang tiba lebih dahulu?
Siapakah yang harus kuabaikan?
Siapa yang perlu kulupakan?
Kita terdiam mengamini ubin, dinding dan pohon jambu
suara sapu ibu kos di ruang tamu, kendaraan lalu lalang
beberapa mahasiswa dengan jaket kuning melintas
mungkin sebentar lagi gerimis
Dalam sepi itu tiba-tiba kita pun teringat
perkataan seorang sahabat
Katanya kita punya sesuatu, semacam hubungan indah,
yang tak bisa dirumuskan
Ketika kau pulang senja itu
aku tahu mungkin kita tak akan berjumpa lagi
untuk waktu yang lebih dari lama
Menyakitkan, tapi bukankah
tak semua kebersamaan
harus jadi monumen
kadang lebih baik dibuang
biar usang dalam tong sampah
10
Dan akhir adalah permulaan
kau aku tak pernah menapaki mula
juga mungkin tak pernah sampai
pada selesai
seperti puisi yang kutanam
di kuntum hatimu
11
Hai
katamu aku tetap perempuan itu
tak henti menyelami lautan huruf
demi yang Maha Cinta
dan kau sangat tahu
atas nama cinta pula
telah kuputuskan berhenti
menuliskan kenangan tersisa
titik tanpa koma
pada Februari ke lima
Depok, 1995
CINTAMU PADAKU
Cintamu padaku
adalah kerinduan waktu
memeluk bisu di batu-batu
saat gerimis jatuh
THAWAF
Labbaik Allahumma labbaik
Ada yang berjejalan di dalam
Dada. Cahaya. Embun
Terik. Maha. Kau
MATA KETIGA CINTA
Apakah dua mataku
yang kau larung dalam malam?
lalu hari-hari pun terbenam
dalam secangkir kopi tanpa gula
daun-daun jatuh di luar jendela
dan sunyi menyanyikan lagi
lagu gerjaji
dengan masih terpejam
hanya dengan mata ketiga cinta
kulihat sebuah wajah di jantungmu
: Dia yang kau bilang tak bernama
SALAM NEGERIKU
Aku memeluk merah putih, berdiri di sini, menatap para
pemimpin tercintaku.
Kini kata-kata mereka hampir angina.
Mereka cari nurani di balik kursi.
Aku bertanya-tanya, apa mereka tahu di mana menempatkan
Tuhan dan rakyat dalam diri serta diskusi-diskusi itu.
Bisakah mereka istirah dari perseteruan, karena waktu telah
semakin debu. Kota-kota berteriak parau, merdeka!
KEPADA TUAN TERORIS
lalu hari-hari pun terbenam
dalam secangkir kopi tanpa gula
daun-daun jatuh di luar jendela
dan sunyi menyanyikan lagi
lagu gerjaji
dengan masih terpejam
hanya dengan mata ketiga cinta
kulihat sebuah wajah di jantungmu
: Dia yang kau bilang tak bernama
SALAM NEGERIKU
Aku memeluk merah putih, berdiri di sini, menatap para
pemimpin tercintaku.
Kini kata-kata mereka hampir angina.
Mereka cari nurani di balik kursi.
Aku bertanya-tanya, apa mereka tahu di mana menempatkan
Tuhan dan rakyat dalam diri serta diskusi-diskusi itu.
Bisakah mereka istirah dari perseteruan, karena waktu telah
semakin debu. Kota-kota berteriak parau, merdeka!
KEPADA TUAN TERORIS
Kau masih berteriak-teriak gelegar ke setiap penjuru,
menciutkan nyali banyak negeri. “Usamah, Abdullah, Umar,
Muhammad, Ibrahim” itu nama-nama para teroris,
katamu dan kau menyebut penuh prasangka nama-nama
para ulama dalam daftar yang sungguh panjang
Pada saat yang sama, kau sang pemimpin polisi dunia,
menikmati pertunjukan di Palestina sambil memaki para
pejuang kemerdekaan Palestina sebagai teroris serta
bersalaman dengan Sharon sang penjagal
Padahal Palestina berjuang untuk merdeka dari kebiadaban
Zionis Israel.
TAMAT
Jendela waktu
noktah kecil
debu Januari
dan kopi yang berhenti
mengepulkan
sebuah wajah
: Bagaimana rasanya rindu yang selesai?
KANGEN
Telah kutuliskan puisi-puisi itu
sejak usiamu 26 tahun
ketika pertama kali kita bertukar senyum
pada jarak pandang yang begitu dekat
Kau ingat,
saat kubisikkan mungkin aku tak perlu matahari,
bulan atau bintang lagi
cukup kau, cahaya yang Dia kirimkan untukku
Ah, apa kau masih menyimpan puisi-puisi itu?
Belasan tahun kemudian
aku masih menikmati
mengirimimu puisi
hingga hari ini
aku pun menjelma hujan yang enggan berhenti di berandamu
bersama angin yang selalu kasmaran
Kau tahu, aku masih saja menatapmu
dengan mataku yang dulu
lelaki sederhana berhati samudera
yang selalu membawaku berlabuh padaNya
Pada berkali masa, kau pernah berkata,
"Aku tahu, Aku hanya ingin menikahi jiwamu selalu"
BEGITU INDAH CARA ALLAH MENCINTAIMU
(Untuk Mas Pepeng)
Sungguh indah cara Allah mencintaimu
Ia menghadirkanmu ke dunia
lewat rahim seorang ibu yang bersahaja,
dan kekal dengan tawakkal
Ibu yang menjadikan anak sebagai sahabat,
guru dan matahari
ibu yang sanggup hadirkan
sosok dan petuah ayah yang tiada lewat cerita
PUISI UNTUK SEORANG IBU YANG MENDOBRAK PULAZI
Untuk Yoyoh Yusroh
Seperti mendengar lagi namamu
dibawa angin ke berbagai benua
berdenyar di nadi-nadi waktu
Matahari yang leleh memahat langkahmu
yang tak pernah lelah
sebagai jejak cahaya
pada musim-musim airmata dan darah
Adakah ibu yang hidupnya tanpa istirah selama itu?
Mendobrak pulazipulazi yang tumbuh dari kelaliman
melipatnya dalam sapu tangan bunga
yang kau pakai
untuk mengusap keringat kanak-kanak Palestina
Hidup bagimu adalah mengabdi Ilahi
dan perjuangan membahagiakan sesama
dari rumah tangga hingga ke tingkat dunia
Tak seperti yang lain, politik adalah jalan
yang kau luruskan sepenuh cinta
Kau terus menebar maslahat, Ibu
tanpa menghitung, tanpa hirau posisi di dunia
namun kau, sering tak bisa pejamkan mata
sebab resah memikirkan tempatmu kelak di akhirat
padahal engkau adalah orang yang selalu
bersandar pada Alquran
Oh ibu Indonesia, ibu Palestina, Ibu segala benua
Kau embun yang menetes di lara dunia
dalam ada dan tiada
menjelma binar kekal
di pucuk-pucuk semesta cinta
(14 Agustus 2011)