Iklan Atas

Blogger Jateng

20 Contoh Puisi Amir Hamzah

Amir Hamzah dan Contoh Puisinya - Siapakah sastrawan Amir Hamzah ini? Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, Hindia Belanda, 28 Februari 1911 (meninggal di Kwala Begumit, Binjai, Langkat, Indonesia, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) merupakan sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional Indonesia. Dia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat).

Amir mulai menulis puisi saat masih remaja meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke Jawa. Menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, Islam, Kekristenan, dan Sastra Timur, Amir menulis 50 puisi, 18 buah puisi prosa, dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe.

Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “M4buk” dan “Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.

Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.



PADAMU JUA

Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Matahari - bukan kawanku.



HANYA SATU

Timbul niat dalam kalbumu.
Terbang hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak

Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba

Terika riuh redam terbelam
Dalam gagap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik Jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa

Bersemayam sempana di jemala gembala
Juriat julita bapaku iberahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda

Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad

Aduh kekasihku
padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serpa musa di puncak tursina.



DOA

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah
terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar
gelakku rayu!



BERDIRI AKU

Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang

Angin pulang menyeduk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas.

Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka sayap tergulung
dimabuk wama berarak-arak.

Dalam rupa maha sempuma
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.



BERLAGU HATIKU

Bertangkai bunga kusunting
kujunjung kupuja, kurenung
berlagu hatiku bagai seruling
kukira sekalini menyecap untung.

Dalam hatiku kuikat istana
kusemayamkan tuan digeta kencana
kuhamburkan kusuma cempaka mulia
kan hamparan turun dewi kakanda...

Tetapi engkau orang biasa
merana sahaja tiada berguna
malu bertalu kerana aku
ganjil terpencil berpaut kedahulu.



MALAM

Daun bergamit berpaling muka
mengambang tenang di laut cahaya
tunduk mengurai surai terurai
kelapa lampai melambai bidai.

nyala pelita menguntum melati
gelanggang sinar mengembang lemah
angin mengusap menyeyang pipi
balik-berbalik menyerah-yerah.

Air mengalir mengilau-sinau
riak bergulung pecah memecah
nagasari keluar meninjau
membanding purnama di langit cerah.

Lepas rangkum pandan wangi
terserak harum pemuja rama
hinggap mendakap kupu berahi
berbuai-buai terlayang lena

Adikku sayang berpangku guring
rambutmu tuan kusut melipu
aduh bahagia bunga kemuning
diri dihimpit kucupan rindu.



DALAM MATAMU

Tanahku sayang berhamparkan daun
bersinar cahaya lemah gemilang
dari jauh datang mengalun
suara menderu selang-menyelang

Renggang rapat berpegang jari
kita mendaki bukit tanahmu
dinda berkhabar bijak berperi
kelu kanda kerana katamu.

Berhenti kita sejurus lalu
berdekatan duduk sentosa semata
hatiku sendu merindu chumbu
kesuma sekaki abang kelana.

Hilang himpau air terjun
bunga rimba bertudung lingkup
kanda memangku sekar suhun
lampai permai mata tertutup.

Remuk redam duka di dada
di hanyutkan arus dewa bahagia
menjelma kanda di bibir kesumba
rasa menginyam madu swarga.

Dalam matamu tenang sentosa
kanda memungut bunga percaya
japamantera di kala duka
pelerai rindu di malam cuaca.

Dalam matamu jernih bersih
kanda kumpulkan mutiara cinta
akan tajuk mahkota kasih
kanda sembahkan kepada bonda.



KENANGAN

Tambak beriak intan terberai
kemuncak bambu tunduk melambai
mas kumambang mengisak sampai
merenungkan mata kesuma teratai.

Senyap sentosa sebagai sendu
tanjung melampung merangkum kupu
hanya bintang cemerlang mengambang
diawang terbentang sepanjang pandang

Dalam sunyi kudus mulia
murca kanda dibibir kesumba
undung dinda melindung kita
heran kanda menajubkan jiwa

Dinda berbisik rapat di telinga
lengan melengkung memangku kepala
putus-putus sekata dua;
"kunang-kunang mengintai kita"...


DAGANG 

Susahnya duduk berdagang
tiada tempat mengadukan duka
bondaku tuan selalu terpandang
hendak berjumpa apatah daya.

Terlihat-lihat bonda merenung
rasa-rasa Bonda mengeluh
mengenangkan nasib tiada beruntung
luka penceraian tiadakan sembuh.

Bondapun garing seorang diri
hati luka tiada berjampi
nangislah ibu mengenangkan kami
rasakan tiada berjumpa lagi.

Allah diseru memohonkan restu
moga kami janganlah piatu
aduh ibu, kemala hulu
bukankah langit tiada berpintu?

Sudahlah nasib tiada bertemu
sudahlah untung hendak piatu
bagaimana mengubah janji dahulu
sudah diikat di rahim ibu.



SUNYI

Kuketuk pintu masaku muda
hendak masuk rasa kembali
taman terkunci dibelan pula
tinggallah aku sunyi sendiri.

Kudatangi gelanggang tempat menyebung
masa bujang tempat beria
kulihat siku singgung menyinggung
aku terdiri haram disapa...

Teruslah aku perlahan-lahan
sayu rayu hati melipur
nangislah aku tersedan-sedan
mendengarkan pujuk duka bercampur.

Kudengar bangsi memanggil-manggil
tersedu-sedu, dayu mendayu
tersalah aku diri terpencil
badan dilambung gelombang rindu.

Duduklah aku bertopang dagu
merenung kupu mengecup bunga
lenalah aku sementara waktu
dalam rangkum kenangan lama.

Rupanya teja serasa kulihat
suaramu dinda rasakan kudengar
dinda bersandar duduk bersikat
aku mengintip ombak berpendar.

Imbau gelombang menyembahkan lagu
kepada bibirmu kesumba pati
fikiranku melayang ke padang rindu
walaupun dinda duduk di sisi.


TERBUKA BUNGA

Terbuka bunga dalam hatiku !
kembang rindang disentuh bibir kesturimu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu.
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah
bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting hatiku, dalam masa mengembara
menanda dikau
Kekasihku ! inikah bunga sejati yang tiadakan
layu ?



TAMAN DUNIA

Kau masukkan aku ke dalam taman- dunia, kekasihku !
kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa, kuntum tersenyum.
kau tundukkan huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku takjob, terdiam.
berbisik engkau:
"Taman swarga, taman swarga mutiara rupa".
Engkaupun lenyap.
Termanggu aku gilakan rupa.




SEBAB DIKAU

Kasihkan hidup sebab dikau
segala kuntum mengoyak kepak
membunga cinta dalam hatiku
mewangi sari dalam jantungku

Hidup seperti mimpi
laku lakon di layar terkelar
aku pemimpi lagi penari
sedar siuman bertukar-tukar

Maka merupa di datar layar
wayang warna menayang rasa
kalbu rindu turut mengikut
dua sukma esa-mesra -

Aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang
di layar kembang bertukar pandang
hanya selagu, sepanjang dendang

Golek gemilang ditukarnya pula
aku engkau di kotak terletak
laku boneka engkau boneka
penyenang dalang mengarak sajak.



HARI MENUAI

Lamanya sudah tiada bertemu
tiada kedengaran suatu apa
tiada tempat duduk bertanya
tiada teman kawan berberita

Lipu aku diharu sendu
samar sapur cuaca mata
sesak sempit gelanggang dada
senak terhentak raga kecewa

Hibuk mengamuk hati tergari
melolong meraung menyentak rentak
membuang merangsang segala petua
tiada percaya pada siapa

Kutilik diriku kuselam tahunku
timbul terasa terpancar terang
istiwa lama merekah terang
merona rawan membunga sedan

Tahu aku
kini hari menuai api
mengetam ancam membelam redam
ditulis dilukis jari tanganku.



SUBUH

Kalau subuh kedengaran tabuh
semua sepi sunyi sekali
bulan seorang tertawa terang
bintang mutiara bermain cahaya

Terjaga aku tersentak duduk
terdengar irama panggilan jaya
naik gembira meremang roma
terlihat panji terkibar di muka

Seketika teralpa;
masuk bisik hembusan setan
meredakan darah debur gemuruh
menjatuhkan kelopak mata terbuka

Terbaring badanku tiada berkuasa
tertutup mataku berat semata
terbuka layar gelanggang angan
terulik hatiku di dalam kelam

Tetapi hatiku, hatiku kecil
tiada terlayang di awang dendang
menanggis ia bersuara seni
ibakan panji tiada terdiri.


INSAF


Segala kupinta tiada kauberi
segala kutanya tiada kausahuti
butalah aku terdiri sendiri
penuntun tiada memimpin jari

Maju mundur tiada terdaya
sempit bumi dunia raya
runtuh ripuk astana cuaca
kureka gembira di lapangan dada

Buta tuli bisu kelu
tertahan aku di muka dewala
tertegun aku di jalan buntu
tertebas putus sutera sempana

Besar benar salah arahku
hampir tertahan tumpah berkahmu
hampir tertutup pintu restu
gapura rahsia jalan bertemu

Insaf diriku dera durhaka
gugur tersungkur merenang mata;
samar terdengar suwara suwarni
sapur melipur merindu temu.

Insaf aku
bukan ini perbuatan kekasihku
tiada mungkin reka tangannya
kerana cinta tiada mendera



TURUN KEMBALI

Kalau aku dalam engkau
dan kau dalam aku
adakah begini jadinya
jaku hamba engkau penghulu ?

Aku dan engkau berlainan
engkau raja, maha raya
cahaya halus tinggi mengawang
pohon rindang menaung dunia.

Di bawah teduh engkau kembangkan
taku berdiri memati hari
pada bayang engkau mainkan
aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan
aku menaiki tangga, mengawan
kecapi firdausi melena telinga
menyentuh gambuh dalam hatiku

Terlihat ke bawah
kandil kemerlap
melambai cempaka ramai tertawa
hati duniawi melambung tinggi
berpaling aku turun kembali.



DOA POYANGKU

Poyangku rata meminta sama
semoga sekali aku diberi
memetik kecapi, kecapi firdausi
menampar rebana, rebana swarga

Poyangku rata semua semata
penabuh bunyian kerana suara
suara sunyi suling keramat

kini rebana di celah jariku
tari tamparku membangkit rindu
kucuba serentak genta genderang
memuji kekasihku di mercu lagu

Aduh, kasihan hatiku sayang
alahai hatiku tiada bahagia
jari menari doa semata
tapi hatiku bercabang dua.




TERBUKA BUNGA

Terbuka bunga dalam hatiku !
kembang rindang disentuh bibir kesturimu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu.
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah
bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting hatiku, dalam masa mengembara
menanda dikau
Kekasihku ! inikah bunga sejati yang tiadakan
layu ?



TAMAN DUNIA

Kau masukkan aku ke dalam taman- dunia, kekasihku !
kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa, kuntum tersenyum.
kau tundukkan huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku takjob, terdiam.
berbisik engkau:
"Taman swarga, taman swarga mutiara rupa".
Engkaupun lenyap.
Termanggu aku gilakan rupa.