Iklan Atas

Blogger Jateng

10 Contoh Puisi Rachmat Djoko Pradopo

Racmat Djoko Pradopo dan Contoh Karya Puisinya - Mungkin Sobat-sobat pecinta dunia sastra di negeri ini sudah sangat familier dengan tokoh yang satu ini. Ya, nama Rachmat Djoko Pradopo yang dilahirkan pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah dan menikah dengan Sri Widati, sarjana sastra Indonesia merupakan ahli sastra di Indonesia yang telah banyak menghasilkan karya ilmiah tentang sastra, juga terkenal pula sebagai penyair karena beliau pun telah menulis banyak puisi.

Rachmat Djoko Pradopo menyelesaikan pendidikan formal pertamanya di SD Wedi I, Klaten, tahun 1981. Pendidikan SMP juga diselesaikan di Klaten di SMPN I pada tahun 1955. Selanjutnya, ia masuk SMA Negeri II bagian A di Yogyakarta dan lulus tahun 1958. Pada tahun 1965 ia menyelesaikan pendidikan Sarjana Sastra Indonesia (S-1), Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM). Pendidikan tertinggi diperolehnya pada Program Doktor (S-3) Ilmu Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tahun 1989. Sebelumnya, pendidikan S-2 diperolehnya pada Rijkuniversiteit Leiden, Nederland. Pada tahun 1981.

Kariernya sebagi pengajar dimulai tahun 1967 sebagi dosen di tempat almamaternya di Fakultas Ilmu Budaya, UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga menjadi dosen di tempat lain, yaitu pada tahun 1970—1973 menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea, tahun 1976—sekarang menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Sastra Unversitas Diponegoro, Semarang, dan pada tahun 1968—2002 menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember, Jember.Berikut ini adalah karya ilmiah Rachmat Djoko Pradopo:

  • Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern (Penerbit Lukman, 1988)
  • Bahasa Puisi Penyair Utama Sastra Indonesia Modern (Pusat Bahasa, 1985)
  • Prinsip-Prinsip Karya Sastra (Gadjah Mada University Press, 1987)
  • Pengkajian Puisi Indonesia (Gadjah Mada University Press, 1987)
  • Beberapa Teori Sastra: Metode Kritik dan Penerapannya (Pustaka Pelajar, 1995)
  • Kritik Sastra Indonesia Modern (Gama Media, 2002)
  • Wajah Indonesia dalam Sastra Indonesia: Puisi 1960—1980 (karya bersama Imron T. Abdullah, Supriyadi, dan Sugihastuti) (Pusat Bahasa, 1994)
Untuk puisinya, hasil karyanya itu dikumpulkan dalam kumpulan puisi yang berjudul Matahari Pagi di Tanah Air (1967) dan Aubade (1999). Hasil karya puisinya yang lain dimuat dalam kumpulan puisi Tugu (1986) dan Tonggak II (1990).

Berikut 10 hasil kreatifitas sastra Rachmat Djoko Pradopo yang bisa Sobat simak.



DEMI WAKTU

adalah pengalaman yang mengagumkan
mungkin tidak mungkin ada
tapi demi waktu
sungguhnya manusia itu merugi
begitu cepatnya waktu
tapi kita masih di sini
dalam kesia-siaan
dalam kehampaan
tapi tidak bagi orang yang beramal baik
penganjur kebenaran dan sabar *)
rugilah mereka yang berbuat sia-sia
rugilah mereka yang berkubang
dalam ketakacuhan
begitu cepatnya waktu
begitu cepatnya usia
tapi amal kebaikan tak pernah bertambah
padahal di ujung usia
kubur menganga
begitu cepatnya, wah, begitu cepatnya
waktu larut begitu saja

*) Surat Al-Ashr



DOA

doa demi doa telah diucapkan
tetapi akan selalu diucapkan beribu kali
bahkan maling pun berdoa
ketika mau mencuri harta

doa demi doa telah diucapkan
dan tak akan pernah berhenti
aku pun berdoa pada-Mu
semoga sampai akhir denyut nadiku

doa demi doa telah diucapkan
semoga doaku sampai pada-Mu
Amien!


LANGIT SEPI

langit sepi
tiga burung hitam merendah menggoda ombak
orang-orang yang berbondong ke pantai
mungkin mencari saudaranya yang lenyap di seberang angin


parangtritis 1976


BERDOA

Kita hanya bisa berdoa
padahal doa hanyalah doa
apakah Tuhan menggubrisnya
karena kita tak lain Cuma
titik-titik semut di tengah semesta

kita Cuma bisa berdoa
padahal, doa cuma doa
tak bisa mengangkat kita
dari kesengsaraan yang menimpa
tapi, kita cuma bisa berdoa
meski doa tak bisa
mengentas kita dari
segala kemalangan dan bencana


HANYA DIA YANG MAHA

yang penting adalah Tuhan
yang utama adalah Allah
yang lain boleh tak digubris
bahkan, agama tak perlu
asal selalu ingat kepada Tuhan
selalu beriman pada Allah
maka, yang lain boleh ditinggalkan

agama dan peribadatan
cuma untuk umum
orang biasa
supaya tetap jadi orang baik
atau untuk menjadi orang baik

maka, bagi mereka yang telah terlanjur baik
yang penting selalu ingat kepada Tuhan
selalu taqwa kepada Allah
entah bagaimana caranya
yang penting ingat dan berbakti kepada Allah
yang telah mencipta semesta
termasuk manusia di dunia

Tuhan cukup sekali bersabda,
“Kun!” fa  yakun!
“Jadi” maka jadilah
semua yang dikehendaki-Nya
yang penting adalah Tuhan
yang utama adalah Allah
yang lain boleh ditinggalkan
yang lain boleh tak dikenang!



MESKI

meski Tuhan mahatahu
tahukah Dia aku berada di sini
artinya, apakah Dia mengubris
diriku secara khusus automatis
karena aku Cuma setitik semut
di tengah semesta maha luas tanpa batas
yang dicipta cuma dengan bersabda,
“Kun!” fa yakun! “Jadi” maka jadilah
semesta seisinya beserta hukum biologis
dan hukum alam yang mekanis
yang sempurna tanpa cacatnya
termasuk manusia bertriliun,
aku salah satunya, yang hanya
titik semut di tengah semesta mahaluasnya
sesudah itu, Dia tak peduli lagi
karena semua sudah kodratnya
apalagi mau menggubris keadaanku
ah, bagaimana mungkin
aku cuma sebutir semut
di antara bermiliaran, triliunan
manusia semut semesta

tapi, aku pun tak peduli
digubris atau tak
aku cuma menjalani nasib
yang ditentukan-Nya bersama semesta!
kini Dia di mana
sedang apa atau mengapa…
entah, aku tak tahu…
karena aku cuma
setitik debu kentut-Nya
tak bermakna
tak punya peran apa-apa
titik semut di tengah semesta


DI PEGUNUNGAN

di sini, angin hijau
mendinginkan kegerahan
menghapus debu-debu kota
inilah napas segar, dengan butir-butir oksigen bening
yang mestinya dilestarikan
sempai ke tepi-tepi waktu
di antara geretak bintang
komputer dan derum pembangunan
yang gempita menjagakan hari

waduh, jambonnya langit muda
menjinakkan matahari yang garang
mengendurkan urat-urat yang capek
membasuh jiwa yang pedih yang letih
inilah tamasya alam tenteram
yang selalu manusia rindukan
dalam pergolakan tak reda-reda
yang melapah tenaga melapah usia
inilah ketenteraman sebelum
kembali kegerahan

11-3-1990


AUBADE

matahari mencipta musik pagi hari
sebagai dirigent profesional maestro
memimpin musik alam menyala warna
kuncup-kuncup mawar bersama mekar
kuncup-kuncup aster membuka putiknya
bersama melati dan teratai putih
kenanga, cempaka, bahkan randu hutan
koor bersama mengayun suara
mengobarkan langit pagi

burung-burung pipit menjerit-jerit
lebah, kupu, dan burung-burung kolibri
menari-nari ngikuti musik pagi
bunga-bunga di lembah bunga-bunga di hutan
memberikan musik meriah
dalam tarian alam yang megah
di bawah dirigent Sang Matahari
membahanakan langit pagi

16-12-1992


ALAM TELAH MENGUCAP SYAHADAT

alam telah mengucap syahadat dan bersujud
di bumi Tuhan dengan khusuk dan tulus
ketika hujan pertama deras menyiram
setelah berbulan-bulan kering dan kegerahan

hujan adalah rahmat yang melimpah
bagi umat yang gerah menantikan
hujan adalah doa yang makbul
deras mencurah permata

alam pun mengucap syahadat dan bertakbir
Allahu akbar subhanallahu
alam alam pun bersujud alhamdu lillah
bagi segala limpahan rahmat

hujan telah membasahi kekeringan tenggorokan alam
hujan telah mendudah kesuburan tanah
bagi para petani yang cekatan
dan pandai membaca sabda yang Maha

bintang waluku telah di timur
menandai tiba saat berangkat
memunguti rahmat Allah
mengolah tanah yang penuh berkah

27 September 2012



KAMI TERPAKSA MENGKAFANI HARAPAN

Kami terpaksa kini mengkafani harapan
karena angin pun mogok makan
dan kemudian menjadi mayat
tak ada kilat yang berkelebat

kuburan-kuburan di mana-mana berserakan
menanti penghuni-penghuni baru
yang tak mampu lagi hidup di tengah debu
wahai! harapan yang tanpa harapan
terlantar terkapar bersama lapar memijar
tersuruk tertelungkup bangkar

Kuburan-kuburan itu adalah kuburan kami
yang terpaksa mengkafani harapan
terkubur sebelum mencapai umur
yang hidup selalu di bawah ancaman sangkur
kelaparan dan tindasan kekuasaan

4 April 1998

Posting Komentar untuk "10 Contoh Puisi Rachmat Djoko Pradopo"