Iklan Atas

Blogger Jateng

Menunggu Kiamat Datang | Cerpen Zaenal Radar T


Haji Markum, seorang tokoh terpandang di kampung kami, bercerita kepada tetangganya bahwa sebentar lagi kiamat akan datang. Pembicaraan ini secara tak sengaja terdengar oleh satu dua warga lainnya sampai akhirnya seluruh kampung geger. Apa yang terjadi jika kiamat benar-benar datang?

“Pada hari itu, yakni hari kiamat, manusia bagaikan anai-anai yang bertebaran. Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”
Demikian yang diceritakan Sobrak, saat salah seorang pemuda yang suka mabuk-mabukan bertanya, mengutip bunyi ayat dari surah al-Qariah. Hal itulah yang memuat warga makin ketakutan.

Apa yang dikatakan Haji Markum membuat kehidupan di kampung kami berubah 180 derajat. Mushala yang tadinya sepi kini penuh sesak oleh jamaah. Beberapa warga yang biasa main kartu di warung Mpok Yanah tidak pernah terlihat lagi. Satu dua pemuda yang suka sabung ayam juga tidak lagi melakukannya. Sebuah tempat perempuan malam memangkal sudah sepi dari pengunjungnya karena baik si perempuan malamnya maupun si hidung belang lebih sering berada di mushala. Warga dan anak-anak yang biasa mantengin HP buat main gim diminta meninggalkannya. Televisi pun dimatikan! Warga enggan membuang-buang waktu percuma. Mereka mengaji, beribadah sebanyak-banyaknya. Berharap di akhir hidup Allah akan menolong mereka.

Menurut kabar, kiamat akan datang dua hari lagi, yakni pada Jumat. Warga kampung kami makin tekun beribadah. Tak ada lagi terdengar suara warga menghidupkan radio atau televisi. Telepon genggam yang biasanya menempel di tangan disingkirkan. Semua khusyuk mengaji atau melakukan ibadah, demi menyiapkan diri masing-masing karena mereka percaya setelah kiamat manusia akan dibangkitkan dan diminta pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan ketika di dunia. Mulut terkunci, tangan dan anggota tubuh lainnya yang bicara.

*****

Kabar akan datangnya hari akhir makin dipercaya karena di ujung kampung, warga menemukan ada pohon pisang bertandan dua. Pisang bertandan dua difoto lalu dibagikan di grup WA milik RW. Di-publish di medsos sehingga warga yang iseng ngintip HP-nya makin ngeri.

“Ini menambah keyakinan saya bahwa kiamat akan segera datang!”

“Bener banget, Pak! Apalagi lusa itu hari Jumat. Bukankah katanya hari kiamat itu terjadi pada hari Jumat?”

Astaghfirullah.. ya sudah, saya mau ke mushala dulu!”

“Kan waktu shalat masih lama?”

“Saya mau ngaji dulu. Assalamualaikum…!”

Wa’alaikumsalam…”

Di mushala, meskipun waktu masuk shalat Zhuhur masih sekitar dua jam lagi, mushala sudah dipenuhi warga. Ada yang mengaji, ada yang shalat sunah, berzikir, atau ada juga yang tertidur karena kelelahan. Dan saat waktu shalat masuk, isi mushala langsung luber. Biasanya jamaah penuh kalau shalat Tarawih pada hari pertama bulan Ramadhan atau shalat Jumat, tetapi shalat jamaah beberapa hari ini jamaah mushala di kampung kami penuh sesak.

Haji Markum senang sekali melihat perubahan yang terjadi pada umat di kampungnya. Beliau bersyukur karena warga sudah menyadari arti pentingnya shalat berjamaah. Karena shalat berjamaah itu pahalanya lebih tinggi 27 derajat daripada shalat sendirian.

“Tapi Pak Haji, semua ini dilakukan warga karena mereka takut akan datangnya hari akhir!”

“Ya enggak apa-apa. Seharusnya mereka bukan hanya takut akan datangnya hari akhir, tetapi juga karena takwa mereka. Takwa dalam arti sebenar-benarnya, yakni mengerjakan hal-hal yang diperintah oleh Allah SWT dan meninggalkan larangannya.”

“Pak Haji sendiri, apa Pak Haji enggak takut sama datangnya hari akhir?”

“Mengapa mesti takut…? Hari akhir itu akan datang dan kita tidak akan mampu mengelaknya!”

Warga yang bertanya makin ketakutan dan dia langsung pamit. Mau ke mushala.

*****

Sehari sebelum datangnya kabar akan datangnya kiamat, yakni pada hari Kamis malam Jumat, banyak warga yang tidak tidur. Mereka giat beribadah, baik di rumah maupun di mushala.

“Pada hari kiamat, matahari akan terbit dari sebelah barat!” demikian kata salah satu pemuda kepada warga yang sedang duduk-duduk di teras mushala.

“Kita enggak akan bisa sembunyi!”

“Kalau mau selamat, kita bisa naik perahu besar, kayak di film 2012. Naik perahu kayak umat Nabi Nuh!”

“Itu kan di film… kiamat di film sama kiamat sesunggunya itu beda. Masa sih hari kiamat naik perahu…?!”

“Ya sudah, jangan ribut. Ayo kita ngaji lagi…!”

Warga pun kembali mengaji lagi. Mereka melakukannya dengan semangat dan penuh kekhusyukan. Warga seisi kampung benar-benar telah berubah menjadi alim. Tak ada lagi terlihat orang main judi, sabung ayam, joget-joget sama biduan didepan organ tunggal, atau nongkrong di daerah remang-remang tempat bersemayam perempuan malam.

Haji Markum yang mendapat laporan dari salah satu warga tentang hal ini jelas saja bertambah senang. Haji Markum bersyukur karena warga kampung mau berubah. Sobrak dan Amsir yang bertemu Haji Markum sempat curiga karena Haji Markum tidak seperti warga kebanyakan. Beliau terlihat tenang-tenang saja, tak tampak rasa waswas pada raut wajahnya.

“Pak Haji kok kelihatan tenang ya, Sir?”

“Mungkin itu yang membedakan antara orang beriman seperti beliau, sama warga yang selama ini jauh dari ibadah kayak kita-kita.”

“Tapi saya kok curiga. Jangan-jangan kedatangan kiamat itu hanya isu Pak Haji Markum?”

“Maksud ente tuh apa, Sir? Pak Haji membohongi warga, gitu?”

“Bisa jadi. Pak Haji berbohong akan kedatangan kiamat, supaya warga jadi takut dan rajin beribadah.”

Enggak mungkin Pak Haji melakukan hal itu, Sir! Haji Markum itu orang baik. Sudah tiga kali naik haji. Masa sih bisa berbohong?”

“Mungkin saja, Brak! Kan bisa saja dia berbohong demi kebaikan…?”

“Terserah ente aja deh! Ane mau pulang dulu, mau ngaji! Kita buktikan saja besok, kiamat apa enggak. Seandainya besok enggak kiamat, toh ane sudah berbuat baik mau rajin beribadah. Tapi, kalau ternyata kiamat benar-benar jadi? Kita bisa apa? Kalau kita sudah siap dengan amal kita, pasti kita selamat. Tapi, kalau tidak, gimana …? Assalamualaikum!”

Waalaikumsalam. Sampe ketemu di mushala, saya juga mau ngaji!”

*****

Menjelang Subuh, warga yang berada di rumah atau berkumpul di mushala masih sibuk melakukan ritual ibadah. Baik mengaji, shalat sunah, atau berzikir. Shalat Subuh di mushala penuh sesak sehingga amaah sampai luber sampai ke luar mushala. Herannya, pada Subuh kali ini Haji Markum pulang lebih awal dari biasanya.

“Mungkin Haji Markum lagi ada acara?”

“Masa sih, mau kiamat kayak gini masih saja ada acara?”

“Biasanya Haji Markum zikirnya lama lho!”

“Mungkin beliau mau menunggu datangnya kiamat sendirian…?”

Semua terdiam. Lalu semua warga buru-buru mengaji atau berzikir. Satu dua anak muda keluar dan mereka menanti datangnya fajar. Jamaah lain yang melihatnya keheranan.

Elo ngeliat apaan, Mursin?”

“Saya lagi ngeliat ke arah matahari, Bang. Katanya kalau kiamat matahari datang dari sebelah barat…?”

Waduh…! Ya coba, elo liat aja terus ke kulon, ke barat!”

“Belum kelihatan, bang!”

“Biasanya jam segini matahari udah nongol dari sebelah wetan atawa dari timur?”

Enggak tahu nih… jangan-jangan memang bener-bener muncul dari sebelah barat… AstaghfirullahYa Allah… Ya Rabbi… Allahu Akbar…!!

Semua ketakutan. Mereka terus memandangi langit sambil menunggu kedatangan matahari dari sebelah barat.

Sampai waktu menunjukkan pukul enam pagi lewat, matahari belum juga muncul, baik dari sebelah barat maupun timur.

“Jangan-jangan matahari enggak muncul…?”

“Bagaimana matahari mau muncul, kan ini lagi mendung begini…?”

Semua terdiam lagi. Lalu kembali menunggu. Keadaan makin mencekam. Tak ada aktivitas pagi itu. Semua warga berlomba-lomba untuk beribadah. Namun, beberapa waktu kemudian, seorang warga berteriak-teriak bahwa kiamat sudah datang!”

“Kiamat datang, mengapa kita masih baik-baik saja!”

“Kiamat datang ke rumah Haji Markum!”

Semua tersentak. Semua bingung dan saling tatap. “Mana mungkin hari akhir hanya datang ke rumah Haji Markum?”

“Ayo kita ke sana!!”

Lalu semua warga bergegas ke rumah Haji Markum. Haji Markum kaget melihat warga berbondong-bondong ke rumahnya. Lelaki tua yang duduk di dekatnya tampak tenang, tapi tak bisa menyembunyikan keheranannya melihat banyak sekali warga yang datang.

“Ada apa, ini…?” tanya Haji Markum kepada warga.

“Pak Haji gimana, sih? Kata Pak Haji hari ini kiamat datang? Mana? Kami sudah menunggunya dari kemarin lusa!”

Haji Markum pun berubah tersenyum, lalu dia memberikan isyarat kepada lelaki di sebelahnya. Lelaki ini mungkin umurnya lebih tua dari Haji Markum. Beliau mengenakan baju koko putih dan berpeci.

“Saudara-saudara sekalian… perkenalkan… ini Ki Amat!! Ki Amat itu ustaz saya waktu di pesantren!”

Semua warga terbelalak.

“Oh… jadi yang datang itu Ki Amat…??!”

“Ya, Ki Amat! Nama panjangnya Ustaz Ahmad Fahroji, tapi kami memanggilnya dengan sebutan Ki Amat…”

Semua warga langsung lemas. Mereka mengira yang datang itu kiamat alias hari akhir. Ternyata yang datang Ki Amat, Ustaznya Haji Markum.

*****

Siangnya, setelah Ki Amat pamit, Haji Markum mengajak tetangganya ke mushala karena waktu Zhuhur akan segera tiba. Namun, tetangganya bilang, dia lagi sibuk berkebun. Haji Markum ke mushala sendirian, berharap nanti akan shalat berjamaah bersama dengan warga lainnya seperti biasa. Sepanjang jalan, Haji Markum dikejutkan dengan aktivitas warga yang sudah berubah dari hari kemarin. Meskipun waktu shalat Zhuhur sebentar lagi datang, masih banyak warga yang nongkrong di warung, main kartu di pos ronda, asyik nonton TV atau main HP, bahkan yang sedang menyabung ayam. Yang main HP langsung bikin status, “Kiamat ternyata hoax”.

Setibanya di mushala, Haji Markum bertambah terkejut. Karena mushala kosong. Haji Markum pun menabuh beduk sendiri, azan sendiri, lalu shalat sendiri. (*)

Posting Komentar untuk "Menunggu Kiamat Datang | Cerpen Zaenal Radar T"