Iklan Atas

Blogger Jateng

10 Contoh Puisi H.B. Jassin

Contoh Karya Sastra H.B. Jassin - Siapakah tokoh yang terkenal dengan julukan 'Paus Sastra Indonesia' ini? Dia adalah H.B. Jassin yang memulai kariernya dari banyak membaca. Lahir 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, anak kedua dari enam bersaudara ini berayahkan seorang bekas kerani BPM yang ''kutu'' buku. 

Jassin mulai gemar membaca tidak lama setelah duduk di bangku HIS (SD). ''Waktu itu, cara membangkitkan minat baca murid sangat bagus,'' tuturnya tentang sekolah yang mengajarkannya teknik mengarang dan memahami puisi. Teknik mengarang dan memahami posisi sudah dipelajarinya sejak masih duduk di HIS (SD). 

Di HBS Medan - saat ikut ayahnya yang pindah ke BPM Pangkalanbrandan, Sumatera Utara - ia mulai menulis kritik sastra, dan dimuat di beberapa majalah. Bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo seusai HBS - tanpa gaji - memberinya kesempatan mempelajari dokumentasi secara baik.

Tetapi, belakangan Jassin menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana, waktu itu redaktur Balai Poestaka, bekerja di badan penerbitan Belanda itu, 1940. Di sana ia juga berkarya sebagai penulis cerpen dan sajak. Bulan Januari 1939, Jassin kembali ke Gorontalo. Antara bulan Agustus dan Desember 1939, Jassin bekerja sebagai voluntair di Kantor Asisten Residen Gorontalo. Akhir Januari 1940, Jassin menuju Jakarta. Dan mulai Februari 1940 hingga 21 Juli 1947 bekerja di Balai Pustaka. 

Mula-mula dalam sidang pengarang redaksi buku (1940-42), kemudian menjadi redaktur Panji Pustaka (1942-45), dan wakil pemimpin redaksi Panca Raya (1945-21 Juli 1947). Setelah Panca Raya tidak terbit lagi, secara berturut-turut Jassin menjadi redaktur majalah berikut: Mimbar Indonesia (1947-66), Zenith (1951-54), Bahasa dan Budaya (1952-63), Kisah (1953-56), Seni (1955), Sastra (1961-64 dan 1967-69), Horison (1966), dan Bahasa dan Sastra (1975). 

Jassin juga merupakan salah seorang tokoh Manifes Kebudayaan, sebuah manifes yang dibuat tanggal 17 Agustus 1963 guna menentang pihak Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Akibatnya, sejak dilarangnya Manifes Kebudayaan oleh Bung Karno (8 Mei 1964), Jassin pun dipecat dari Fakultas Sastra UI. Dan pemecatan ini berlangsung hingga G-30-S/PKI meletus. Setelah itu, Jassin kembali lagi ke Fakultas Sastra UI. Dan sejak April 1973 menjadi Lektor Tetap di Fakultas tersebut untuk mata kuliah Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern dan Ilmu Perbandingan Kesusastraan.


Berikut 10 hasil karya sastra dalam bentuk puisi dari sang 'Paus Sastra Indonesia' yang bisa Sobat simak.


CATASTROPHE

Hun vijver werd moeras,
Rust werd gevaar,
En nymphen zonken
Zwaar toen zij niet
Meer zwemmen konden.

Het bleekgroen riet
Week, door zwart poelgewas
Verstikt en overwoekerd,
Van de verwaasde oev’ren.

Toen enklen boven dreven,
Gezwollen als verworgden,
De heren los,
Doken die overleefden
Dieper in het bos.

Maar steeds naar de ramp getrokken
Zagen zij and’re doden
Die niet verdronken:
Zij die niet vloden

Liggend in ‘t slib, de voeten
Domplend in drabbig water,
Een prooi voor iedren sater,
Wiens bronst hen komt bezoeken.


Jakarta, 23 September 1945


Lagu Orang Usiran

Misalkan, kota ini punya penduduk sepuluh juta
Ada yang tinggal dalam gedung, ada yang tinggal dalam gua
Tapi tidak ada tempat buat kita, sayangku, tapi tidak ada tempat buat kita

Pernah kita punya negri, dan terkenang rayu
Lihat dalam peta,akan kau ketemu di situ
Sekarang kita tidak bisa ke situ, sayangku, sekarang kita tidak bisa ke situ

Di taman kuburan ada sebatang pohon berdiri
Tumbuh segar saban kali musim semi
Pasjalan lama tidak bisa tiru, sayangku, pasjalan lama tidak bisa tiru

Tuan Konsol hantam meja dan berkata:
“Kalau tidak punya pasjalan, kau resmi tidak ada.”
Tapi kita masih hidup saja, sayangku, tapi kita masih hidup saja.

Datang pada satu panitia, aku ditawarkan korsi
Dengan hormat aku diminta supaya datang setahun lagi
Tapi ke mana kita pergi ini hari, sayangku, ke mana kita pergi ini hari.

Tiba di satu rapat umum; pembicara berdiri dan kata:
“Jika mereka boleh masuk, mereka colong beras kita.”
Dia bicarakan kau dan aku, sayangku, dia bicarakan kau dan aku.

Kukira kudengar halilintar di langit membelah
Adalah Hitler di Eropah yang bilang: “Mereka mesti punah.”
Ah, kitalah yang dimaksudnya, sayangku, ah kitalah yang dimaksudnya.

Kulihat anjing kecil dalam baju panas terjaga
Kulihat pintu terbuka dan kucing masuk begitu saja
Tapi bukan Yahudi Jerman, sayangku, tapi bukan Yahudi Jerman.

Turun ke pelabuhan dan aku pergi berdiri ke tepi
Kelihatan ikan-ikan berenang merdeka sekali
Cuma sepuluh kaki dari aku, sayangku, cuma sepuluh kaki dari aku.

Jalan lalu hutan, terlihat burung-burung di pohon
Tidak punya ahli-politik bernyanyi ria mereka konon
Mereka bukanlah para manusia, sayangku, mereka bukanlah para manusia.

Kumimpi melihat gedung yang bertingkat seribu
Berjendela seribu dan berpintu seribu
Tidak ada satupun kita punya, sayangku, tidak ada satupun kita punya.

Berdiri di alun-alun besar ditimpa salju
Sepuluh ribu serdadu berbaris datang dan lalu
Mereka mencari kau dan aku, sayangku, mereka mencari kau dan aku.


(diterjemahkan dari puisi W.H. Auden, Song XXVIII)


Kidung Malam

Senja larut malampun kan segera lewat
Apa yang tersisa dari peredaran saat
Simpanlah lelah dan kesalmu sementara ini
Hangatkan diri dalam harap esok pagi

Karena ada yang mesti diucapkan demi kecintaan
Karena ada yang mesti dikidungan demi keyakninan
Istirah usai kerja ialah upah ketekunan
Suara tulus menghibur digelisah kehidupan

Bila perhitungan tiba sesalpun kan terlupa
Lantaran keikhlasan dan kesadaran bersahaja
Sekali lahir lepas dalam perjuangan
Digelap kebuntuanpun masih bersinar iman

Dan semua kan berartu bagi yang berani
Menempuh ketakutan masa paling sepi
Dengan mata terbuka dada pedat rasa
Sabar dan setia, tabah menghadapinya

Senja larut malampun segera lewat
Apa yang tersisa dari himbauan saat
Dilembut kidung malam yang ramah
Adalah kesyahduan bangkit dalam sumerah



Angin Pagi

Dan angin pagipun balik kembali
mengusap-usap dada bumi
seperti kemarin, seperti kemarin
dalam kuap hangat ingin

Dan bocah-bocah berangkat ke sekolah
ke sekolah, bunda
langkah riah aneka irama
di sibuk jalanan semakin cerah

Duhai! Betapa kusuka, kusuka
daunan dan tunas-tunas terbuka
mengembang di kemesraan
mengembang didegup perjuangan

Dan bumi bangkit lagi bangkit kembali
Pertanda semua semakin berarti semakin bernilai
udara, langit dan mentari
suara, angin dan hati

Dan tangan-tangan dahsyat lagi keramat
penuh rahmat terkembag penuh rahmat
pada reranting serta daunan gugur
dipelukan bumi menggeliat subur

Duhai! Betapa kusuka, kusuka
yang tak abadi masih bersemi
demi cinta adalah pengurbanan diri
dalam percaya akan kebenaran setia

dan hati berseri gembira
gembira, bapa
jiwa terbasuh segar dan muda
disibuk semangat bernyala kerja

Dan angin pagipun balik kembali
mengusap ramah dada bumi
seperti kemarin, seperti kemarin
dalam harap hidup terjamin



Mimpi

Aku bermimpi puteri Cina
Mau mengajaknya jalan-jalan
Tapi ibunya menjaganya, menjaganya dengan ketat
#
Dia rindu kepada Lian,
Dia terpekik menyambut aku
Tidak mengira aku cinta padanya
Aku bekerja, bekerja, bekerja
Habibie senang tersenyum
Senang tersenyum melihat aku bekerja
#
Buku-buku dicetak,
Buku-buku baru dan cetak ulang
Buku-bukuku dicetak
Banyak, banyak sekali
#
Aku salat, salat Tahajud,
Subuh, Lohor, Asar, Maghrib dan Isa,
Aku salat sanah tiap salat wajib
Dan mengirim doa kepada kedua orang tuaku,
Kepada Hamka dan kawan-kawanku
Subagio Sastrowardojo dan lain-lain
#
Hidupku hidup nyata dan impian
Tak dapat kubedakan mana yang nyata mana impian
keduanya sama dalam hidupku
#
Aku berdoa: Ya Allah,
Bukakanlah hati semua orang
Bukakan hatinya menerima Al-Quran Berwajah Puisi
Dan menyebarkannya keseluruh penjuru
#
Tak dapat aku bedaskan pengalaman nyata,
impian dan harapan
Aku membaca, bacaanku pun menjadi nyata
Aku terbang ke istana Harun Alrasyid,
Melihat Hikayat Seribu satu Malam
#
Pagi-pagi ku baca koran,
Berita-berita terlukis di mata
Waktu tidur berita menjadi nyata
Bercampur baur peristiwa dan impian
Apa yang masuk dan keluar benakku
Keduanya mempunyai nilai yang sama
Benakku sungguh luar biasa
Apa yang keluar dari benak Taufik Ismail, Hamid Jabbar,
dan Sutardji Calzoum Bachri, menjadi bagian dari benakku
Alangkah besar alangkah Agung Tuhanku!



Kesasar di dalam Pikiran

Pernah kubaca, manusia angkuh berkata:
“Akulah puncak segala yang sudah.
Dan mengandung segala yang datang.”
Sunglap kata, sunglap pikiran,
Ahli pikir, ahli penyair, pujangga-pujangga.
Semua mereka berputar-putar
Ke sasar di dalam pikiran
Semua suara ‘lah pernah kudengar,
Yang bodoh, yang bijaksana,
Yang bijaksana sebijaksananya,
Berpuluh abad sudah tuanya.
Tiada ubah-ubahnya,
Ah, membosankan belaka,
Permainan khayal bagi orang tiada bekerja,
Melupakan dunia yang nyata.


1943


Ciptakan Dunia Bahagia

Alangkah rapuh badan manusia
Walau seabad hidup di dunia
Hanya sedetik di samudra masa,
Lebih lama waktu terasa
Lebih hebat menderita raga dan jiwa
Oleh dikacau nafsu kebendaan,
Di atas bumi sedang berputar
Hilangkan angkara murka
Ciptakan bahagia di stasiun antara
Dari keabadian ke keabadian


1945


Perbaruan Tekad

Di tempatku terpencil jauh terasing
Kudengar suaramu penyanyi radio
Engkau menghibur hati dan jiwa
Orang yang sakit badan merana
Di tempatku terpencil jauh terasing
Kubaca madahmu, wahai pengarang
Kau alirkan rasa, kau atur pikiran
Terkuak kegelapan, menyinar benderang.
Kulihat pula sekeliling orang berjasa
Dokter dan suster, mantri dan kacung
Bekerja bersama dalam susunan
Melawan penyakit menumpas derita.
Demikian adanya hidup di dunia
Saling membantu bahagia membahagiakan
Ya, Tuhan, kembalilah tenaga, kuatlah sayapku,
Aku ingin turut berbakti.


1945


Selintas Kesan

Genderang berderam-deram,
Sepatu berderap-derap,
Terompet meteret-tet-tet,
Sorak manusia riuh gempita.
Lihat mereka tegap dan gagah,
Arab, India, Tionghoa, dan Indonesia.
Berbaris rapat teguh bersatu,
Satu tujuan: Asia Raya!
Menderu melintas mesin udara,
Tamsil pelindung yang Maha Kuasa,
Atas rakyat berjuta-juta.
Seluruh Asia bangun berbangkit,
Melepaskan belenggu perbudakan Barat,
Menuju Sinaran Matahari Terbit.


(Dimuat dalam Panji Pustaka No. 20 Th. VI, 16 Maret 1942)


Doa

Di atas runtuhan lahir dan batin
Oleh gempa peperangan dunia
Dalam sedih dan duka dunia berjuang
Terlahir Negara Indonesia Merdeka
Semoga bangsa mulia sempurna
Senantiasa ingat kepada Tuhan
Penjelmaan lahir segala yang indah
Di dalam laku dan perbuatan
Ya, Allah, berilah ilham yang suci abadi
Dalam pekerjaan bangsa kami
Turut membentuk perdamaian dunia
Manusia utama lahir dan batin

1945

Posting Komentar untuk "10 Contoh Puisi H.B. Jassin"