Putu Oka Sukanta dan Contoh Karya Puisinya - Siapakah penyair yang berasal dari Bali dan pernah menjadi tahanan politik ini? Namanya adalah Putu Oka Sukanta yang dilahirkan di Singaraja, 29 Juli 1939. Dia mulai merintis kepengarangannya sejak berusia 16 tahun. Dia aktif menulis puisi, cerpen, novel, dan cerita anak-anak baik sewaktu masih di Bali, maupun sesudah pindah ke Yogyakarta dan Jakarta. Dia juga pernah aktif dalam pementasan drama.
Pada tahun 1958, Putu Oka Sukanta dinobatkan sebagai deklamatir terbaik Bali. Pada tahun 1982, dia menjadi pemenang ke-II untuk mendongeng pada Lomba Dongeng Lingkungan Hidup di Jakarta.
Pada tahun 1982 dan 1983, Putu Oka Sukanta mengikuti Popular Theatre Workshop di Sri Lanka dan Bangladesh. Pada bulan April dan Mei 1985, dia diundang untuk berceramah tentang sastra dan membacakan puisi dalam Tembang Jalak Bali di beberapa universitas di Australia (Flinders University, Monash University, ANU, Sidney University). Selain di Australia, dia juga membacakan puisinya di Jakarta dan Malaysia (Dewan Bahasa dan Pustaka).
Buku-buku Putu Oka Sukanta lainnya (beberapa di antaranya sudah diterbitkan ke dalam bahasa asing) adalah I Belog (cerita anak-anak Bali, 1980), Selat Bali (kumpulan puisi, 1982), Salam atau Greetings (kumpulan puisi dwi bahasa, 1986), Tembang Jalak Bali atau The Song of The Starlings (kumpulan puisi dwi bahasa, 1986 dan 2000), Tas atau Die Tasche (kumpulan cerpen, 1987), Luh Galuh (kumpulan cerpen, 1988), Keringat Mutiara atau The Sweat of Pearls (kumpulan cerpen, 1991 dan 2006), Matahari, Tembok Berlin atau Die Sonne Die Mauer Berlin (kumpulan puisi, 1992), Kelakar Air, Air Berkelakar (novel, 1999), Merajut Harkat (novel, 1999), Kerlap Kerlip Mozaik (novel, 2000), Di Atas Siang Di Bawah Malam (novel, 2004), Wounded Longing atau Rindu Terluka (kumpulan cerpen, 2004 dan 2005).
Tulisan sastra Putu Oka Sukanta juga terdapat dalam Indonesian Contemporary Progresive Poetry (Indonesia, 1963), The Prison Where I Live (London, 1996), Voice of Conciences (USA, 1995), Bali Behind The Seen (Australia, 1997), Black Cloud Over Paradise Isle (USA, 1997), Manageri IV (Indonesia, 1998), dan Silenced Voices (Hawaii, 2000).
Berikut 10 Contoh Puisi Putu Oka Sukanta yang bisa Sobat simak:
Namaku E.T.
Selamat pagi, Selamat sore, Selamat malam
Apa ada orang di rumah?
Kulonuwun – apa ada orang di rumah, Punten – apa anda di rumah? Jero meduwe jero – apa anda di rumah?
Karena tidak ada yang jawab, aku duduk-duduk di serambi dengan istriku dan anak-anak
Suatu hari salah seorang majikan datang untuk ngecek
“Nama saya E.T., Tuan."
Aku tunjukkan KTP-ku dan KTP keluarga
Bukti legal yang kubawa kemana-mana
"Oh, ya, Kelas Dua”
Didalam Sel
Aku seperti air
Mengendap sesudah diguncang
Membiarkan busa-busa melambung
Biar sampah-sampah membentuk
Menepis yang palsu
Suatu pagi yang cerah
Aku seperti air
Mengendap setelah diguncang
Lihatlah ke dalam
Kejernihan dikitari halimun
Dan figur yang muncul dalam keseluruhannya
Samasekali bukan sekadar seseorang
Aku seperti air layaknya
Yang mengendap sesudah diguncang kegelapan melenyap
Dan cahaya memancar lancar
Bukan lagi hanya seseorang belaka
Mereka Berikan Aku
Mereka berikan aku sebungkah keberanian
Mengalir di sekujur tubuhku
Mereka berikan sepercik cahaya
Bercahaya di dalam mataku
Mereka berikan secangkir empedu
Menguatkan setiap langkahku
Mereka berikan sebungkah batu
Yang kuhancurkan dan membuat jalan raya
Mereka melampiaskan cambuk pada tubuhku
Yang mengokohkan otot dipangkal lidahku
Apa lagi yang kau bisa berikan
Untuk menguji harga diriku?
Bulan di Atas Teras
Bulat tembikar
bercahaya
relung sutra biru
dari teras beradu pandang
kedamaian rasa melintas sepintas
sebelum teringat kawan di pengungsian
Bulan di atas teras, bulan tembikar
lampu alami di atas penampungan
RM, 2007
Semakin Sering
Semakin sering kita bertanya
tidak hanya di mana kita sekarang
kabut knalpot menutup pandang
bukankah masih di rumah kita berdua
Ragu, keraguan, gamang, kegamangan
Siapa engkau istriku?
siapa aku suamimu?
Pacu kuda, kuda dilecut berpacu
mengusung ide-ide, juga amanat Tuhan
telah menjadi mantel atau degup jantung
Ah, sudah waktunya mencari terminal
sejenak, setidaknya mengenang cinta
dalam kerinduan yang tak berwajah
Jakarta, 2006
Tolong Pak Presiden Baru
tolong hati-hati membawa pantat
jangan sampai basah kebanyakan dijilat
tolong hati-hati membeli kacamata
jangan salah pilih kacamata kuda
tolong sering-sering memeriksakan gigi
jangan sampai taring memanjang sendiri
tolong buatkan instruksi khusus
agar wajib memasang perangkap tikus
di tempat kerja dan di dalam dada
tolong wajibkan setiap pagi senam kepala
menengok ke kiri kanan, ke belakang ke muka
ke atas dan ke bawah, bagi orang kaya
tidak terkecuali polisi, politikus dan tentara
tolong pak presiden-baru ingatkan para lelaki
jangan lupa diri
agar ingat neneknya perempuan
agar ingat ibunya perempuan
agar ingat istrinya perempuan
agar ingat pacarnya perempuan
agar ingat punya anak perempuan
(maaf temanku yang gay, dan yang lesbian
ini simbol, bukan hanya perkelaminan)
kan kita tak akan ada kalau mereka binasa
ah belum apa-apa terlalu banyak aku minta tolong
maksudku baik, agar jangan melupakan orang minta tolong
atau hanya dianggap anjing melolong
sekali lagi, aku minta tolong
jangan banyak berucap lho
masih banyak aturan diskriminatif lho
menjadikan aku tetap tahanan lho
tolong jangan tinggal lho
palagi hanya berucap lho
tabik pak presiden-baru
aku akan sering kirim puisi
tolong jangan dibalas dengan mengirim polisi
Jakarta, September 2004
Masa Lalu
bukanlah duka, ia juga bukan getir yang keruh
bukan rindu, sesekali ya, rumah jauh yang kian menjauh
bukan hanya album mengusang tapi tulang belakang
masa lalu
pohon yang merontokkan daun-daun dendam
menguning, kering diserap serabut bumi
jika engkau bertanya: siapakah aku?
kujawab singkat, tetapi kuharap engkau tidak kecewa
: harapan
aku bukan Gautama yang membuang rakit setelah tak terpakai
aku adalah Gautama yang membangun nirbana sambil mencari
RM, November 2003
Kemiskinan
Di kamar 210
engkau mengusik tak hentinya
Ah, aku risih, beri waktu aku sejenak melepaskan diri
beri aku waktu sejenak mengaca diri
dalam kemewahan aku ingin melupakan kemiskinan, tau?
Ubud, 11 Oktober 2004
Patung Liberty
Kutatap patung Liberty
Teringat puisi tinggal di bui
New York, 2000
jangan salah pilih kacamata kuda
tolong sering-sering memeriksakan gigi
jangan sampai taring memanjang sendiri
tolong buatkan instruksi khusus
agar wajib memasang perangkap tikus
di tempat kerja dan di dalam dada
tolong wajibkan setiap pagi senam kepala
menengok ke kiri kanan, ke belakang ke muka
ke atas dan ke bawah, bagi orang kaya
tidak terkecuali polisi, politikus dan tentara
tolong pak presiden-baru ingatkan para lelaki
jangan lupa diri
agar ingat neneknya perempuan
agar ingat ibunya perempuan
agar ingat istrinya perempuan
agar ingat pacarnya perempuan
agar ingat punya anak perempuan
(maaf temanku yang gay, dan yang lesbian
ini simbol, bukan hanya perkelaminan)
kan kita tak akan ada kalau mereka binasa
ah belum apa-apa terlalu banyak aku minta tolong
maksudku baik, agar jangan melupakan orang minta tolong
atau hanya dianggap anjing melolong
sekali lagi, aku minta tolong
jangan banyak berucap lho
masih banyak aturan diskriminatif lho
menjadikan aku tetap tahanan lho
tolong jangan tinggal lho
palagi hanya berucap lho
tabik pak presiden-baru
aku akan sering kirim puisi
tolong jangan dibalas dengan mengirim polisi
Jakarta, September 2004
Masa Lalu
bukanlah duka, ia juga bukan getir yang keruh
bukan rindu, sesekali ya, rumah jauh yang kian menjauh
bukan hanya album mengusang tapi tulang belakang
masa lalu
pohon yang merontokkan daun-daun dendam
menguning, kering diserap serabut bumi
jika engkau bertanya: siapakah aku?
kujawab singkat, tetapi kuharap engkau tidak kecewa
: harapan
aku bukan Gautama yang membuang rakit setelah tak terpakai
aku adalah Gautama yang membangun nirbana sambil mencari
RM, November 2003
Kemiskinan
Di kamar 210
engkau mengusik tak hentinya
Ah, aku risih, beri waktu aku sejenak melepaskan diri
beri aku waktu sejenak mengaca diri
dalam kemewahan aku ingin melupakan kemiskinan, tau?
Ubud, 11 Oktober 2004
Patung Liberty
Kutatap patung Liberty
Teringat puisi tinggal di bui
New York, 2000
Bung Agam
engkau tidak pernah pergi
di manapun engkau kini
tertinggal puisi
tumbuh menggedor tirani
mencatat latini, bandar betsi, reformasi
kembaramu memahatkan puisi
hingga batas keampuhan insani
engkau tidak pernah pergi
tiba-tiba aku merasa sendiri
Jakarta, 2003
Posting Komentar untuk "10 Contoh Puisi Oka Sukanta"
Silahkan Anda berkomentar dengan sopan. Saya harap Anda tidak memberikan komentar Spam. Jika komentar Anda mengandung Spam dengan berat hati akan saya hapus.
Posting Komentar